Apa kamu punya pengalaman tengah malam yang mengagumkan di Paris? Hmm
kalau belum pernah, saya kasih rekomendasi film yang bisa
kamu tonton untuk bisa merasakan indahnya tengah malam di Paris.
Yah, Midnight in Paris. Film
yang satu ini disutradarai oleh Woody Allen, Sutradara multi-talen yang bernama
lengkap Allen Stewart Konigsberg juga merupakan aktor, penulis,
musikus (klarinet), dan pelawak yang cerdas. Allen adalah salah seorang
sutradara paling berpengaruh pada zaman modern berkat film-filmnya yang
cenderung menggarap isu intelektual. Seringkali ia turut berakting dalam
film-film arahannya. Yang menjadi inspirasi Allen antara lain sastra,
filsafat, psikologi, dan lain-lain. Annie Hall adalah film Woody Allen
yang paling terkenal di tanah air.
Melalui *Midnight in Paris
*(2011) ini, Allen kemabali membuktikan kepiawaiannya dalam menggarap
film serius namun tidak kehilangan mood untuk ditonton anak muda yang
suka dengan kisah romasa.
Dikisahkan Gil Pender (Owen Wilson) dan
Inez (Rachel McAdams) sebagai sepasang kekasih dari Amerika yang sudah
berkomitmen untuk menikah. Menjelang pernikahan, mereka berlibur ke
Paris untuk mengabadikan cinta.
Gil adalah seorang novelis yang
baru memulai debut pertama kepenulisannya. Gil adalah tipe cowok
romantis yang jatuh hati kepada Kota Paris yang menjadi tempat singgah
dan berkarya para seniman dan sastrawan besar yang dikaguminya seperti
Ernest Hemingway, F. Scott Fitzgerald, Salvador Dali, Pablo Picasso dan
sebagainya. Sedangkan Inez tipe cewek Amerika yang pragmatis dan
menganggap hal-hal yang dikagumi Gil itu berlebihan dan tak berguna.
Sampai
suatu malam setelah Gil dan Inez menghadiri pesta, sahabat Inez
mengajak Gil turut serta untuk pesta dansa berikutnya. Gil menolak. Gil
memilih untuk menghabiskan waktu mencari inspirasi untuk novel yang
sedang ditulisnya dengan menelusuri lorong-lorong Kota Paris hingga
tengah malam.
Dalam perjalanan itu tanpa disadari, Gil tersesat
di sebuah lorong gang. Ia bertanya alamat kepada sepasang kekasih namum
mereka tidak mengerti Bahasa Inggris yang digunakan Gil. Gil yang putus
asa akhirnya memilih duduk di sebuah tangga rumah dan tidak lama setelah
itu terdengarlah bunyi lonceng menandakan waktu sudah tengah malam.
Tiba-tiba
tanpa disangka, Peugeot tua berhenti di hadapan Gil. Keluar dari mobil
tersebut rombongan orang tidak dikenal namun ramah mengajak Gil ke
sebuah pesta. Gil yang bingung akhirnya menerima tawaran itu. Tanpa
disangka, setiba di ruang pesta, seorang perempuan berambut pirang
sebahu menghampiri dan menangkap kebingungan Gil. Perempuan itu mengaku
bernama Zelda Fitzgerald. Kemudian Zelda memanggil kekasihnya Scott
Fitzgerald.
Masih dalam keadaan bingung, Gil diajak pasangan itu
menemui lelaki berkumis tebal yang sedang asyik duduk di sebuah sudut
ruangan bar. Lelaki itu mengaku bernama Ernest Hemingway. Alhasil, Gil
terbengong-bengong dengan apa yang sedang disaksikannya. Ia tidak
percaya bahwa malam itu ia bisa bertemu, berjabat tangan, dan
bercengkrama bebersama para idola yang selama ini hanya ia baca
karya-karyanya.
Setelah pertemuan itu, Gil baru sadar bahwa ia
terseret ke dimensi ruang dan waktu yang berbeda. Gil telah memasuki
masa lalu dimana para tokoh idolanya hidup dan berkarya. Hinggga pada
pertemuan-pertemuan selanjutnya Gil menceritakan peristiwa itu kepada
Inez, calon istrinya. Bukan sambutan hangat dari Inez yang diterima,
calon istrinya itu malah menganggap Gil mengidap skizofrenia atau gejala
kaburnya batas khayalan dan kenyataan akibat terlampau memeras otak
untuk berfantasi.
Pada pertemuan-pertemuan berikutnya, Gil
berjumpa dengan sang maestro lukisan beraliran kubisme, Pablo Picasso.
Gil juga berjumpa dengan perempuan anggun dan supel idaman Picaso
bernama Adriana yang diperankan Marion Cottilard. Adriana mengaku datang
ke Paris untuk belajar fashion. Karena kecantikan Adriana inilah Picaso
dan Hemingway saling sikut untuk mendapatkan cinta si jelita. Gil yang
sudah bertunangan dengan Inez di ruang dan waktu saat ini pun kepincut
kelembutan paras Adriana.
Menyaksikan ini Woody Allen seperti
sengaja seperti membuat lebur ruang dan waktu masa lalu dan hari ini.
Keduanya ditukar-tukar, dijungkirbalikkan, dikocok hingga penonton pun
ragu, apakah kita hidup pada hari ini atau masa lalu. Keduanya hadir
bergiliran dan saling tarik menarik. Seperti halnya saat kita menatap
benda paling berharga yang diberikan seseorang sebagai hadiah ulang
tahun pada masa yang lalu. Kita akan tersedot dalam kenangan akan si
pemberi benda itu. Masa-masa indah, masa-masa sulit pada waktu lalu pun
hadir di kepala kita yang hidup hari ini.
*Pada keramik tanpa
nama itu, ternyata mataku belum tolol untuk sesuatu yang tidak ada,
*kata Goenawan Muhamad. Baju hadiah dari si pacar, walau pun sudah tidak
lagi menjalin cinta dengan kita, toh tetap punya riwayat yang istimewa.
Atau barang kali musik yang sering kita dengar saat kasmaran dengan
seseorang, akan punya energi untuk mengembalikan kenangan lalu pada saat
kita jatuh hati kepada seseorang itu.
Seperti itulah film
*Midnight in Paris *ini. Gil melebur antara masa lalu dan hari ini. Ia
hidup di dua masa. Dan Parislah yang mampu menghadirkan semua itu. Kota
cantik ini tidak hanya anggun dari bentuk arsitektur, tetapi lebih dari
itu Paris menyimpan masa lalu dan peradaban yang besar.
Peristiwa
yang menghubungkan Gil dengan masa lalu itu adalah bunyi lonceng. Tepat
setelah lonceg tengah malam berbunyi, Gil akan kembali ziarah ke masa
lalu yang menyimpan apa saja yang berharga bagi Gil Pender. Setelah
lonceng tengah malam Kota Paris berbunyi, para seniman besar menjemput
Gil untuk berbagi kebahagian yang bukan hanya sekadar materi tetapi
lebih dari itu Gil menemukan katarsis (pencerahan) batin untuk
memompanya dalam menuliskan karya hebat yang kelak akan dicatat dalam
sejarah.
Adegan lucu terjadi ketika calon mertua Gil menyewa
seorang detektif untuk memata-matai Gil yang sering menghilang pada
waktu malam. Naasnya si detektif bayaran tersebut malah tersesat di
istana kerajaan Prancis era 1920-an dan tidak bisa kembali lagi. Di
sinilah kecerdasan Woody Allen menggelindingkan kisah. Akhirnya penonton
diajak masuk pada sikap keragu-raguan atau semacam sikap agnostik untuk
mengatakan bahwa: saya hidup di sini, hari ini! Hingga pada akhirnya
Gil yang sudah terlanjur kasmaran terhadap Kota Paris memilih tinggal di
Paris. Konsekuensinya, ia memutuskan hubungan pertunangannya dengan
Inez. Gil lebih memilih Kota Paris yang anggun dan ramah terhadap
cita-citanya sebagai penulis yang percaya bahwa: masa lalu, selalu lebih
indah dari hari ini. (wahyu)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar